Aturan Akses Ilegal dan Penyadapan dalam KUHP Baru

Akses ilegal dan intersepsi selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Materi muatan tersebut kemudian dicabut oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (UU KUHP).

Dihapusnya pasal-pasal akses ilegal dan intersepsi dari UU ITE tentu tidak akan berdampak kekosongan hukum (rechtsvacuum). Karena UU No. 1 tahun 2023, yang memiliki masa transisi berlaku 3 tahun, kemudian membuat pasal penggantinya sebagai norma Cybercrime terkodifikasi dalam UU KUHP Baru tersebut.

 

Akses ilegal dalam UU ITE

Pasal terkait akses ilegal yang dicabut dari UU ITE terdapat pada keseluruhan pasal 30 jo. Pasal 46 yang dapat dikemukakan sebagai berikut :

  • Pertama, Pasal 30 ayat (1) UU ITE: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun”.
  • Kedua, Pasal 30 ayat (2): “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik”.
  • Ketiga, Pasal 30 ayat (3): “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan”.
  • Keempat, Pasal 46 ayat (1): “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
  • Kelima, Pasal 46 ayat (2): “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).”
  • Keenam, Pasal 46 ayat (3): “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)”.

 

Akses ilegal dalam KUHP Baru

Seluruh pasal tersebut yang menjadi materi muatan pasal 30 jo. Pasal 46 UU ITE secara tegas dicabut oleh UU KUHP Baru, dan kemudian direformulasi dan diganti dengan pasal-pasal baru sebagai bagian dari kodifikasi. Pasal-pasal baru tentang akses ilegal dan penyadapan terdapat pada Pasal 332 UU KUHP Baru sebagai berikut:

  • Pertama, Pasal 322 ayat (1) UU KUHP: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.”
  • Kedua, Pasal 322 ayat (2) UU KUHP berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V”.
  • Ketiga, Pasal 322 ayat (3) UU KUHP: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI”.

 

Ketentuan intersepsi dalam UU ITE

Materi muatan penyadapan atau intersepsi saat ini terdapat pada Pasal-pasal 31 ayat (1), 31 ayat (2) jo. Pasal 47 UU ITE, juga dicabut oleh UU KUHP. Pasal-pasal ini kemudian direformulasi dan diganti menjadi pasal 258 UU KUHP Baru. Pasal-pasal Intersepsi UU ITE itu adalah sebagai berikut :

  • Pertama, Pasal 31 ayat (1) UU ITE “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain”.
  • Kedua, Pasal 31 ayat (2) UU ITE: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan”.
  • Ketiga, Pasal 47 UU ITE “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)”.

 

Ketentuan intersepsi dalam KUHP Baru

Pasal-pasal tentang intersepsi UU ITE tersebut dicabut dan kemudian diganti dengan ketentuan baru dalam UU KUHP sebagai berikut:

  • Pertama, Pasal 258 ayat (1) UU KUHP: “Setiap Orang yang secara melawan hukum mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI”.
  • Kedua, Pasal 258 ayat (2) UU KUHP: “Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan hasil pembicaraan atau perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI”.
  • Ketiga, Pasal 258 ayat (3) UU KUHP: “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Setiap Orang yang melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan atau melaksanakan perintah jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32”.

Sebagai catatan, bahwa Pasal 31 berbunyi: "Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan." Sementara Pasal 32 menegaskan: "Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan perintah jabatan dari Pejabat yang berwenang."

 

Konklusi

  • Pertama, sama dengan UU ITE yang menerapkan ancaman sanksi pidana penjara secara variatif paling lama 6, 7 dan 8 tahun penjara, dan ancaman denda variatif dari Rp 600 juta sampai Rp 800 juta, UU KUHP juga menerapkan sanksi pidana penjara bervariasi maksimal 6, 7 dan 8 tahun penjara dan ancaman denda kategori V untuk tindak pidana ilegal akses. Denda kategori V diatur pada pasal 79 ayat (1) huruf e UU KUHP dengan nilai maksimal Rp 500 juta.
  • Kedua, untuk tindak pidana intersepsi, UU ITE menerapkan ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau ancaman denda paling banyak Rp 800 juta. Sementara UU KUHP menerapkan ancaman sanksi pidana penjara maksimal 10 tahun atau pidana denda kategori VI. Sesuai dengan pasal 79 ayat (1) huruf f UU KUHP denda kategori VI adalah maksimal Rp 2 miliar. UU KUHP tampak menerapkan ancaman denda yang lebih tinggi dibanding UU ITE.
  • Ketiga, UU ITE memisahkan antara rumusan delik sebagai suatu perbuatan yang pelakunya merupakan subjek tindak pidana, dengan sanksi pidananya. Sementara UU KUHP menyatukan kedua variabel hukum itu dalam satu pasal atau ayat, sehingga lebih memudahkan pemahamannya.
  • Keempat, prinsip cybercrime juga secara absolut menegaskan untuk kejahatan virtual harus mencakup unsur formil, yaitu dipenuhinya kecocokan dengan unsur undang-undang (tatbestandmaszigkeit) dan unsur materiel berupa kompatibilitas yang relevan dengan sifat melawan hukum (rechtswirdigkeit) atau dalam terminologi cybercrime dikenal dengan cyber illegal act.



Sumber :

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/05/10105771/aturan-akses-ilegal-dan-penyadapan-dalam-kuhp-baru

 

Share this Post